Rahim Pengganti

Bab 19 "Menyesal"



Bab 19 "Menyesal"

0Bab 19     

"Menyesal"     

"Jaga ucapan kamu Mas. Aku bukan wanita yang seperti apa kamu katakan, aku berpakaian sesuai dengan standar yang sudah kamu buat di kantor. Kalau kamu memang tidak suka dengan apa yang aku pakai, kamu bisa mengatakannya dengan baik. Bukan malahan mengatakan hal seperti itu, dan satu hal aku bukan wanita murahan," balas Caca.     

Air mata yang sudah sejak tadi ditahan oleh Caca, seketika langsung mengalir dengan sangat deras. Caca lari dari tempat itu, menangis dengan kencangnya. Wanita itu tidak peduli dengan tatapan mata orang orang yang melihatnya dengan tanda tanya.     

"Anjing!!!" umpat Bian dengan menjambak rambut di kepalanya. Bian menyesal mengatakan hal itu, rasa kesal di dirinya membuat semuanya hancur. Apa lagi melihat air mata Caca yang sudah mengalir semakin membuat Bian gelisah.     

***     

Carissa tidak mempedulikan lagi tentang pertemuan tersebut, wanita itu segera menghentikan taksi untuk pergi dari tempat itu. Sudah muak dengan apa yang dilakukan oleh Bian, dirinya menangis di dalam mobil. Supir taksi tersebut, sesekali melirik Caca yang menangis sangat kencang.     

Supir tersebut ingin menanyakan mau ke mana namun, ragu saat melihat kondisi Caca seperti itu. Sepuluh menit berlalu, hingga akhirnya Caca memberitahukan sebuah alamat dan mobil tersebut segera meluncur ke tempat itu. Ponsel Caca terus berdering tapi tetap wanita itu tidak menanggapinya, rasanya sangat sakit mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Bian.     

"Kamu terlalu mudah, mengucapkan tanpa berpikir lebih lagi Mas," gumam nya dalam hati.     

Setengah jam kemudian. mobil yang membawa Caca sudah sampai di sebuah rumah yang begitu sederhana, Caca segera turun. Ketika turun hal pertama yang dirinya rasakan adalah rasa sesak yang begitu dalam.     

Caca dengan langkah berani, melangkahkan kakinya ke arah pintu rumah tersebut, menarik napas panjang lalu mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tersebut.     

Tok     

Tok     

Tok     

"Assalamualaikum," ucap Caca.     

Lima menit kemudian seseorang dari dalam keluar, orang tersebut terkejut dengan kehadiran Caca di sana.     

"Carissa!!" ucapnya lalu memeluk erat Caca. Tiba tiba, tangisan Caca menetes dengan sangat deras. Wanita itu menangis dalam pelukan wanita tersebut. Saat ini Carissa sedang berada di panti asuhan "Kasih Ibu" sebuah panti di mana Caca dibesarkan.     

"Masuk ya, jangan di sini," ajak Bunda Iren. Wanita itu adalah pemilik panti asuhan, sekaligus sudah seperti ibu dari Caca sendiri.     

***     

Caca menatap ke arah beberapa anak anak yang sibuk bermain di ruangan tamu, dirinya mengingat kejadian saat dia masih tinggal di tempat tersebut.     

Bunda Iren mendekati, Caca dan duduk di sampingnya.     

"Ada apa, Nak?" tanya Bunda Iren. Caca menatap ke arah Bunda Iren, rasanya tidak pas jika dirinya menceritakan tentang apa yang saat ini terjadi. "Caca cuma rindu Bunda," balasnya.     

Bunda Iren segera membawa anaknya itu ke dalam pelukannya, mengusap kepala Caca dengan penuh kasih sayang.     

"Apapun yang terjadi, jangan pernah meneteskan air mata kamu Sayang. Kamu anak Bunda, ceritakan semuanya kepada Bunda. Apapun yang kamu rasakan jangan dipendam seorang diri ya, Nak," ucap Bunda Iren.     

"Terima kasih Bunda. Sudah mau memberikan kasih sayang kepada Caca."     

"Kenapa bicara seperti itu Sayang. Bunda menyanyangi semua anak anak Bunda. Kamu masih ingat apa kata Ayah, kan? Kalian memang bukan lahir dari rahim Bunda serta bukan anak kandung kami. Tapi kalian semua adalah anak yang Allah titipkan untuk kamu rawat, untuk kamu jaga."     

Tidak ada ucapan balasan dari Caca. Wanita itu masih saja memeluk erat Bunda Iren, melampiaskan kerinduan yang teramat berat.     

***     

Di lain tempat, Bian sudah urung uringan dengan keadaan yang ada. Bagaimana tidak, handphone sang istri tidak bisa di hubungi membuat Bian kebingungan mencari keberadaan Caca.     

"Kamu di mana??" ucapnya dengan nada lirih. Setelah selesai dengan urusan kantor dan pertemuan tersebut, Bian terus mencoba menelpon Caca tapi tidak ada satu panggilan pun yang berhasil di jawab. Bahkan saat ini handphone Caca malahan tidak aktif.     

Dengan kecepatan yang sangat tinggi, Bian mengendari mobilnya melesat menuju rumah. Bian yakin, bahwa istrinya itu berada di sana. Jarak antara tempat pertemuan dengan rumahnya cukup jauh tapi Bian bisa menghabiskan waktu hanya dua puluh menit jarak tempuhnya.     

Bian memarkirkan mobilnya dengan sembarangan, pria itu sedikit bernapas lega ketika mendengar suara dari dalam rumah tersebut, perasaan bahagia karena mengetahui istrinya ada di dalam rumah.     

"Ca ... Caca ... Kamu di mana Sayang!!" teriaknya.     

Bian segera masuk ke dalam rumah namun, saat berada di dal sana dirinya tidak menemukan sang istri.     

"Kamu udah pulang. Mana menantu Mama," ujar Mama Ratih. Seketika jantung Bian berdetak sangat kuat.     

"Caca belum pulang Mas?" tanya Bian.     

Mama Ratih menjelaskan bahwa sejak tadi, mereka menunggu Carissa namun, belum juga pulang. Rasanya Bian sudah tidak bisa bernapas dengan benar, pria itu mendesah kesal. Menyesal itulah yang ada di benaknya, mengerutu dengan sikap yang dirinya lakukan kepada sang istri.     

"Kenapa. Di mana Carissa, di mana menantu Mama Bian," ucap Mama Ratih.     

Bian menyampaikan bahwa mereka sedikit ada kesalahpahaman, membuat Carissa ngambek, Bian pun meminta izin kepada Mama nya untuk mencari keberadaa Caca. "Aku pamit Ma, Caca lagi marah sebentar," ujarnya.     

"Kamu jangan aneh aneh Bian. Mama gak mau, Caca pergi dia adalah menantu kesayangan Mama," ucap Mama Ratih. Bian mengangukkan kepalanya, pria itu segera meluncur ke kostan di mana dulu Caca tinggal berharap jika istrinya itu ada di sana.     

***     

"Kami ganti baju, terus makan. Tadi Bunda udah buat sayur kesukaan kamu," ucap Bunda Iren.     

"Iya Kak Caca. Bunda masak semua makanan kesukaan Kakak, sepertinya Bunda udah punya firasat kalau kakak mau datang ke sini," sahut Sekar. Gadis manis yang masih duduk di bangku SMA, saat ini hanya tinggal Sekar yang tinggal di panti ini untuk ukuran remaja. Yang lainnya, masih anak anak usia 6 tahun sampai 13 tahun.     

"Caca ke kamar dulu ya Bund," pamitnya. Bunda Iren menganggukkan kepalanya, melihat Carissa masuk ke dalam kamar. Bunda Iren segera menghubungi seseorang dan berjalan ke arah luar.     

"Hallo," sapannya.     

"..."     

"Carissa ada di sini, dia aman. Terima kasih infonya Nak Akan," ucap Bunda Iren.     

Alan ya, laki laki yang tadi bertemu dengan Caca di acara penting di salah satu hotel berbintang. Alan segera menghubungi Bunda Iren, mengatakan bahwa sepertinya ada hal yang tidak baik dengan hubungan Caca dan suaminya. Meskipun Alan tidak tahu persis, namun pria itu sudah mengatakan apa yang dirinya lihat.     

"Iya Bunda. Sepertinya Caca, butuh waktu itulah kenapa dirinya pergi ke sana," jelas Alan.     

"Iya. Kamu juga kalau mau main silakan, Bunda sudah rindu dengan anak Bunda yang sudah sukses ini," balasnya.     

Tidak banyak pembicaraan yang keduanya lakukan, Bunda Iren segera menutup telponnya. Dan masuk ke dalam rumah, sebelum masuk Bunda Iren berdiri diri. "Semoga kalian selalu baik baik saja," ucapnya, lalu melangkahkan kakinya ke dalam.     

##     

Hulla. Selamat hari Jumat, selamat membaca dan terima kasih buat yang sudah memberikan batu kuasa. Review dong yang banyak, heheh. Love you guys, sehat terus buat kalian semuanya.     

Oh ya, yang mau saling follow Ih boleh. Cus meluncur ke @ochagumay24     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.